Curhatan Seorang Ibu
Pagi ini, Ahad seperti biasa saya pergi sekolah menjalani rutinitas. Kebetulan pagi ini, shif 1 saya tidak mengawas. Karena belum sarapan dan kebetulan kosong mengawas saya pergi sarapan ke kedai dekat sekolah. Biasanya HP selalu di tangan, khawatir ada WA atau telp penting, namun kali ini saya lupa bawanya.
Setelah beberapa menit sarapan, saya kembali ke ruang panitia ujian, tempat parkir sementara menunggu giliran mengawas. Saya ambil HP dan melihat ada dua panggilan tak terjawab dari salah seorang wali santri saya kelas 9. Dua kali panggilan biasanya itu panggilan penting. Tanpa menunggu lama saya langsung telepon balik nomor tersebut.
Ternyata benar, wali santri saya butuh bantuan perihal anaknya.
"Assalamu'alaikum ustadzah, ini wali Haqiqi. Bunda butuh bantuan ustadzah, bisa ustadzah bantu bunda untuk mengeluarkan dan mengirimkan surat tanda kelulusan atas nama Haqiqi," ucap seorang wali dari seberang sana.
"Maaf ibu... Kalau untuk itu ustadzah gak bisa bantu, karena memang aturan dari pusat kalau pengumuman kelulusan diumumkan serentak, 15 Juni nanti. Kalaupun ibu butuh untuk syarat pendaftaran santri kita, biasanya diganti dengan surat keterangan telah mengikuti ujian madrasah, kalau surat itu ustadzah bisa uruskan" begitu kelasku.
"Oh begitu ya, zah? Jadi begini zah, sebetulnya kami pihak keluarga ayah dan ibu Haqiqi, ingin sekali agar Haqiqi lanjut di Parabek, tiga tahun ke depan. Karena ibu ingin sekali Haqiqi memiliki dasar agama yang kelak jadi dasar baginya untuk mengarungi kehidupan ke depan. Ibu ingin sekali Haqiqi bisa jadi imam dimanapun dia berada," cerita sang ibu sambil terisak.
"Namun, adik ibu ingin sekali menyekolah Haqiqi di Padang. Meskipun begitu bagi ibu itu hanya 20% harapan karena 80% harapan ibu Rahman tetap di Parabek," lanjut sang wali santri.
Selanjutnya panjang lebar cerita sang ibu tentang Haqiqi yang memiliki akhlak bagus di rumah dan di sekolah. Bahkan beliau menceritakan kalau selama libur semenjak Ramadan, Haqiqi sering terpakai di masyarakat. Mulai jadi imam, azan, bahkan menjadi amil zakat. Kebanggaan tersendiri bagi sang ibu memiliki anak seperti Haqiqi. Dia anak laki-laki yang berhati lembut tidak rela menunda panggilan sang bunda, meskipun ia sedang makan dia akan segera menjawab panggilan dan menolong kebutuhan sang bunda.
Bangga ustadzah memiliki santri sepertimu, nak...
Di sekolahpun, sikap santunmu sangat terlihat. Baik terhadap teman apalagi guru. Tetaplah jadi kebanggaan di manapun kau berada.
Santri santun dan beradap, sangat diharap untuk menggarap masa depan.
Calon tokoh penerus bangsa .
BalasHapusAamiin..
HapusSemoga ananda Haqiqi diberoka kemudahan dan kelancaran dalam mewujudkan impian orang tuanya.
BalasHapusAamiin ya rabb
HapusMasyaallah sngat menginspirasi bu
BalasHapusIya ,mantap
BalasHapusSangat menginspirasi uni,,,
BalasHapus